KPAI : Sejak Januari Hingga Juni Marak Kasus Kekerasan Dengan Keterlibatan Remaja

17
Pemerhati Anak, Retno Listyary. (Foto/TM)
Depok (JBN) – Sepanjang Januari hingga Juni 2022, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sejumlah kekerasan yang melibatkan remaja. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pengeroyokan dan tawuran pelajaran kembali marak terjadi setelah Pembelajaran tatap Muka (PTM) di gelar, padahal sedang pandemi covid-19.
“Ternyata, meski masa pandemic covid-19 tidak menghentikan para remaja terlibat tawuran. Selain tawuran, ada peristiwa pengeroyokan remaja terhadap seorang remaja yang videonya viral, seperti terjadi di alun-alun kota Semarang dan di kota Cimahi,” ungkap Retno Listyarti, Komisioner KPAI dalam keterangan tertulisnya yang dikirimkan ke media ini, Kamis (23/6).
Retno menambahkan,”Kekerasan pelajar setidaknya ada 2 jenis, yaitu yang disebut pengeroyokan, dimana korban 1 orang dan pelaku sekelompok orang. Pengeroyokan biasanya tangan kosong, pelaku dan korban saling mengenal. Pengeroyokan umumnya dipicu kasus sepele, misalnya masalah asmara, kalah main game, bully di dunia maya, dll. Sedangkan yang kedua disebut tawuran pelajar, yang umumnya terjadi antara sekelompok anak menghadapi sekelompok anak lainnya, dan umumnya membawa senjata tajam.
“Tawuran pelajar kerap diawali dengan kesepakatan waktu dan tempat untuk melakukan tawuran di dunia maya. Jam tawuran juga biasanya sore atau malam hari atau di luar jam sekolah,” terangnya.
Hasil pantauan KPAI ada sejumlah daerah yang tercatat terjadinya peristiwa tawuran pelajar, yaitu di Kabupaten Pati (Jawa Tengah), Jakarta Timur (DKI Jakarta), Kota Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat), Kabupaten Tangerang (Banten), Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), dan Soppeng (Sulawesi Selatan).
Sedangkan empat kasus pengeroyokan terjadi, di Kota Cimahi (Jawa Barat), Kota Semarang (Jawa Tengah), Jakarta Selatan (DKI Jakarta) dan Kota Kotamobagu (Sulawesi Utara). Bahkan, kasus di Kotamobagu mengakibatkan korban meninggal dunia.
Mirisnya, terkait kasus pengeroyokan sampai akibatkan ada yang meninggal pada Juni 2022 di salah satu Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara, bahkan akibat dikeroyok 9 temanya, BT yang notabene peserta didik (13 tahun) meninggal dunia.
Menurut keterangan pihak Kantor Kementerian Agama Kota Kotamobagu, diterangkan kronologi kejadian yang menimpa peserta didik MTs tersebut, disaat (BT) sedang mengikuti ujian PAT (Penilaian akhir tahun) dengan berbasis komputer dan dilakukan di labiratorium computer. Karena jumlah computer sekolah hanya 95 buah, maka siswa yang ujian PAT harus bergantian, karena jumlah siswa mencapai lebih dari 400 orang.
“Saat 95 siswa ujian PAT, ada 300 lebih siswa harus menunggu hingga sholat dzuhur berjamaah, disinilah terjadinya pengeroyokan tanpa pantauan pihak sekolah. Tentu hal ini perlu dievaluasi, karena sekolah memiliki andil terjadinya peristiwa pengeroyokan akibat lemahnya pengawasan”, imbuh Retno.
Selain di lingkungan sekolah, kekerasan juga melibatkan sejumlah pelajar di luar lingkungan sekolah, terkadang, bahkan kerap kali mereka berasal dari sekolah yang sama. Misalnya kasus yang terjadi pada akhir Mei 2022 di Alun-alun kota Semarang, dimana seorang anak perempuan mengalami pengeroyokan oleh sejumlah anak perempuan lainnya, bahkan korban juga dipukul dan didorong hingga terjatuh.
“Video pengeroyokan tersebut viral dan kepolisian dari Polrestabes Semarang ikut turun tangan,” masih terang Retno.
Sementara itu, kasus pengeroyokan juga dilakukan 4 remaja perempuan terhadap 1 ABG perempuan korban, bahkan para pelaku juga melawan petugas, yaitu seorang polisi berinisial Bripka HY, yang ditabrak sekelompok orang saat mencoba melerai pengeroyokan tersebut, tempat kejadian di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Polisi menetapkan empat remaja perempuan terkait pengeroyokan itu.
Ada 4 tersangka, tiga orang tersangka di antaranya masih di bawah umur dan satu lainnya sudah bukan usia anak. Diketahui, korban pengeroyokan tersebut berinisial DK (16) juga masih di bawah umur. Motif pengeroyokan diduga karena masalah asmara. Bripka HY lalu mencoba melerai pengeroyokan yang dilakukan pelaku, nahas, tindakan simpatik dari Bripka HY justru direspons berbeda, para pelaku pemgeroyokan malah menabrak polisi yang melerai dan terseret sejauh 5 meter, polisi juga sempat melepaskan tembakan peringatan sampai mobil kemudian berhenti.
Maraknya aksi kekerasan berupa pengeroyokan yang dialami peserta didik, KPAI melalui Komisionernya Retno Listyarti berharap para orang tua dapat memberikan waktu pengawasan terhadap anak lebih maksimal.
KPAI juga mendorong revisi Permendikbud No. 82/2015 terkait penanganan kekerasan dengan mendasarkan kepentingan terbaik bagi anak. Karena selama ini, peserta didik yang terlibat kekerasan, selalu diberikan sanksi di keluarkan dari sekolah atau tidak dinaikan/diluluskan. (Rendy)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here