Jakarta (JBN) – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana berikan pengarahan pada Peluncuran Pedoman Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
JAM-Pidum menyampaikan, peluncuran Pedoman Nomor 8 Tahun 2022 Tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan salah satu pencapaian penting Kejaksaan.
“Sebagaimana kita ketahui, salah satu permasalahan terbesar umat manusia pada era ini adalah degradasi lingkungan hidup yang berujung pada krisis iklim. Salah satu penyebab utama dari gejala tersebut, adalah tereksploitasinya sumber daya alam secara berlebihan tanpa mempertimbangkan perlindungan dan keberlanjutan lingkungan hidup. Maka, tidak heran kalau faktanya per tahun 2017 saja, deforestasi hutan di Indonesia sudah mencapai 480.000 hektar ditambah lagi emisi yang dihasilkan karena kerusakan lahan gambut,” ujar JAM-Pidum.
JAM-Pidum mengatakan keadaan tersebut menunjukkan bahwa permasalahan lingkungan hidup merupakan permasalahan multidimensional, yang melibatkan berbagai aspek. Beragam upaya untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan, termasuk melalui penerapan tata kelola yang baik ternyata tidak cukup efektif untuk melakukan penegakan hukum kalau tidak disertai dengan tindakan nyata.
JAM-Pidum menyampaikan, Jaksa Agung memberikan perhatian khusus terkait isu ini, dan sudah banyak kebijakan yang sebelumnya dikeluarkan, seperti tahun 1993, Kejaksaan memberlakukan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: B-402/E/9/1993 tanggal 8 September 1993 perihal Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Lingkungan.
Kemudian pada tahun 2002, Kejaksaan memperbaharui kebijakannya dengan menerbitkan adanya Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor B60/E/EJP/01/2002 perihal Pedoman Teknis Yustisial Penanganan Perkara Tindak Pidana Lingkungan Hidup.
Oleh karena itu, JAM-Pidum menyampaikan pemberlakuan Pedoman Nomor 8 Tahun 2022 ini diharapkan menjadi dasar yang dapat dijadikan acuan oleh para Jaksa di seluruh nusantara dalam melakukan penegakan hukum dalam konteks perkara lingkungan hidup, sehingga penanganan perkara lingkungan hidup tidak hanya meningkat secara kuantitas atau jumlah, tetapi juga secara kualitas.
“Hal yang lebih penting adalah mampu memberikan akses keadilan bagi masyarakat, antar generasi, dan lingkungan hidup itu sendiri,” tuturnya.
Lebih lanjut, berkaitan dengan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), terdapat beberapa perubahan yang terjadi berdasarkan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK).
“Adapun perubahan-perubahan tersebut juga mengatur mengenai ketentuan pidana dalam perkara lingkungan hidup, yang mana sangat terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kejaksaan,” tambah Jampidum.
Oleh karena itu, mengingat UU PPLH telah mengalami perubahan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK), JAM-Pidum menyampaikan diperlukan upaya pembaharuan peraturan teknis bagi Jaksa sebagai turunan dari kebijakan baru ini.
“Berangkat dari hal tersebut, Kejaksaan menetapkan pembaruan pedoman penanganan perkara terkait lingkungan hidup. Gagasan ini lahir dari rekomendasi Rapat Kerja Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2021 dan sejak tahun 2021, Jampidum bekerjasama dengan Yayasan Auriga Nusantara, dengan dukungan mitra pembangunan Kedutaan Besar Norwegia, tengah menjalankan program Peningkatan Kapasitas dan Kolaborasi Penegak Hukum dan PPNS dalam Penanganan Perkara Sektor Sumber Daya Alam.