Asisten Deputi Kementerian PPA Robert Parlindungan Sitinjak. (Foto/Tim)
Bogor (JBN) – Mangara T. Simbolon, SH, MH dan Ign Bambang Wijanarko, SH, Tim Kuasa Hukum orang tua (Muslikin) dari Anak Berhadapan Hukum (ABH) mengajukan gugatan ke PN Jepara yang menilai Polres Jepara telah Melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), namun hal ini menuai kontroversi dari Kementerian PPA yang menilai aneh.
Pasalnya proses penyidikan yang digugat oleh penggugat melibatkan anak dari penggugat yaitu perkara kekerasan terhadap anak dan/atau pengeroyokan terhadap anak (FC/16) yang terjadi Ds Sowanlor Kec Kedung Kab Jepara pada September tahun lalu, dimana terdapat empat Pelaku diantaranya tiga Pelaku Dewasa dan satu Anak Berhadapan Hukum (ABH) yang merupakan anak dari Muslikin sudah dilakukan Diversi oleh penyidik PPA Sat Reskrim Polres Jepara.
Anehnya lagi perkara yang berproses pada bulan Februari 2022 atau delapan bulan yang lalu dan baru digugat pada bulan Juli 2022, sudah diputus oleh hakim kepada tiga pelaku dewasa dengan vonis 10 bulan, dengan kata lain sudah mendapat kekuatan hukum yang tetap atau inkracht dari PN Jepara.
Diceritakan dalam gugatannya bahwa Proses Penyidikan yang dilakukan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polres Jepara merupakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena pada proses pemeriksaan, penangkapan dan penahanan tidak didampingi Balai Pemasyarakatan (BAPAS), tidak tanggung-tanggung tuntutan penggugat agar mengganti rugi sebesar 1 M, para tergugat pada gugatan tersebut yaitu, Kapolri, Kapolda Jateng, Kapolres Jepara dan Kasat Reskrim Polres Jepara sedangkan para turut tergugatnya yaitu Propam Mabes, Kompolnas, Menteri PPA, Menkopolhukam, Menkumham dan KPAI.
Mangara T. Simbolon, SH selaku kuasa hukum penggugat menyebutkan bahwa proses penyidikan terhadap anak di Polres Jepara tidak sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
“Pemeriksaan, Penangkapan dan Penahanan terhadap anak klien kami tidak sesuai dengan UU SPPA, tidak ada didampingi BAPAS dan pemeriksaan hanya diprint ulang saja, inikan tidak sesuai SOP kepolisian, itulah sebabnya kami menggugat Polres Jepara telah melakukan PMH kepada anak klien kami” sebut Simbolon (26/7).
Selanjutnya, Simbolon juga mengatakan bahwa penyidik PPA Polres Jepara seharusnya memahami betul isi dari UU SPPA sehingga dapat bertindak sesuai dengan ketentuan dan memperlakukan ABH dengan baik disertai pendampingan BAPAS.
“Seharusnya penyidik memahami isi UU SPPA terutama pada pasal 27, 28 dan 29 yang sangat jelas menyebutkan bahwa tindak tanduk penyidik terhadap ABH harus didampingi BAPAS, anak klien kami sangat dirugikan dan masih banyak lagi yang mereka langgar, nanti kita buktikan dipersidangan” tutur Simbolon (23/7).
Pelaksanaan sidang gugatan PMH sudah berlangsung empat kali mulai dari sidang panggilan pertama (24/8), sidang panggilan kedua (28/9), mediasi pertama (5/10) dan mediasi kedua (12/10). Hingga saat ini mediasi berlangsung alot karena masing-masing pihak mempertahankan argumennya dan belum menemukan kata sepakat.
Pada sidang mediasi kali ini (12/10) hadir Turut Tergugat dari Kemententerian PPA dengan kuasa hukumnya yaitu Asisten Deputi Kementerian PPA Robert Parlindungan Sitinjak yang menyatakan bahwa proses penyidikan dari penyidik Polres Jepara sampai dengan proses Diversi terhadap ABH sudah sesuai prosedur, Diversinya juga sudah ditetapkan oleh PN Jepara dan gugatan yang diajukan oleh penggugat materinya lebih kepada Praperadilan bukan PMH.
“Proses penyidikan dan diversi sudah sesuai prosedur, ada kesepakatan di dalamnya, dihadiri juga oleh salah satu kuasa hukum penggugat dan sudah ditetapkan oleh PN Jepara, inikan hal yang aneh kalau sah tidaknya pemeriksaan, penangkapan dan penahanan digugat perdata, harusnya praperadilan dong dan itu sudah daluwarsa karena perkara pokok sudah diputus oleh hakim terhadap tiga pelaku dewasa, buka pasal 82 huruf d KUHAP” pungkas Robert (12/10).
Robert juga menyebutkan bahwa berdasarkan Penetapan Diversi Nomor: 1/Pen.Div/2022/PN JPA tanggal 22 Februari 2022 menyepakati lima hal dengan melibatkan banyak pihak termasuk juga kuasa hukum penggugat yang dinilai mengingkari kesepakatan tersebut
“Ada lima poin dalam kesepakatan diversi yang sudah ditetapkan PN Jepara, pertama kedua pihak saling memaafkan, kedua ABH berjanji tidak mengulangi perbuatan, ketiga ABH dikembalikan ke orang tuanya, keempat ABH Senin Kamis absen di Polres Jepara, kelima tersangka lain tetap dilanjutkan penyidikannya, dan ini disepakati banyak pihak, ada Penyidik, BAPAS, Kades, Pihak korban, Pihak ABH dan instansi terkait termasuk juga ada kuasa hukum penggugat, sudah disepakati kok malah diingkari, gimana sih” tutup Robert (12/10) ditemui setelah bersilaturahmi ke Polres Jepara yang didampingi Muji dari Dinas DP3AP2KB Jepara
Hasil mediasi kedua antara penggugat dan tergugat pada PMH kali ini menuai jalan buntu, sebab masing-masing pihak kekeh dengan tuntutan dan argumen masing-masing, hal ini disampaikan Ign Bambang Wijanarko selaku kuasa penggugat “Kalau mau berdamai yaa hanya ada dua opsi, penuhi tuntutan atau pasang baliho permohonan maaf di tempat yang strategis selama enam bulan” kata Bambang (12/10)
Di sisi lain, salah satu tim kuasa Hukum Polres Jepara menyebutkan bahwa pelaksanaan mediasi berjalan dengan lancar, namun berkehendak tanpa syarat
“Proses mediasi berjalan lancar dan kami tim Hukum dari Tergugat menginginkan apabila terjadi perdamaian harus tanpa syarat” tutup Sunar meninggalkan ruangan mediasi. (Tim/*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here