SURABAYA– Jabodetabeknews.com
Nusakom Pratama Institute bekerjasama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur menggelar Diskusi Umum dengan tema Membincang Profesionalisme, Transparansi, dan Akuntanbilitas Satgas BLBI.
Acara yang digelar Kamis (30/6) di Aula PWI Jawa Timur, Jalan Taman Apsari No 15-17 Surabaya tersebut menghadirkan tiga narasumber, masing-masing; Dr. Siti Marwiyah, S.H., M.H. (Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Rektor Universitas Dr. Soetomo Surabaya), Dr. Nurwahjuni, S.H., M.H. (Pakar Hukum Perbankan Universitas Airlangga Surabaya), dan Lutfil Hakim (pengamat kebijakan publik yang juga Ketua PWI Jawa Timur).
Diskusi yang dipandu moderator Dr. Ari Junaedi, S.H., M.Si ini digelar untuk menyikapi masih banyaknya pertanyaan dan kritik halayak terkait kinerja Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diberi mandat oleh negara untuk menyelesaikan hak tagih negara atas kasus BLBI.
Hingga 31 Maret 2022, Satgas BLBI baru menyita aset obligor dan debitur BLBI sejumlah Rp19,16 triliun. Angka ini masih jauh dari target nilai aset eks BLBI yang diperkirakan mencapai Rp110,45 triliun berdasar data dari Lembaga Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
Lutfil Hakim yang menjadi pembicara awal dalam diskusi tersebut mengatakan, cukup pesimistis Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI mampu mengembalikan uang negara yang masih berada di tangan pihak lain yang jumlahnya lebih dari 40 obligor tersebut.
Pria asal Jember yang juga menjabat sebagai Ketua PWI Jawa Timur itu menambahkan, upaya perdata yang selama ini telah dilakukan belum bisa memaksa obligor menuntaskan kewajibannya. Setidaknya ada dua lembaga serupa yang sebelumnya sudah dibentuk pemerintah untuk memburu aset BLBI namun gagal.
“Sebelumnya pemerintah sudah membentuk BPPN (Badan Penyehatan Pebankan Nasional) dan PPA (Perusahaan Pengelolaan Aset) tapi semuanya tidak berhasil,” kata Lutfil.
Ia menambahkan dalam menjalankan tugasnya, Satgas BLBI telah melakukan beberapa langkah keliru. Salah satunya menyita lahan yang diduga sebagai salah satu jaminan BLBI, padahal Presiden Joko Widodo telah membagikan sertifikat lahan tersebut kepada sejumlah masyarakat.
Menurut Lutfil, ada ‘perampokan’ besar-besaran terhadap uang negara. Pers harus menjadi watchdog yang mengawasi dan bisa mengkritisi karena menjadi tanggung jawab bersama.
Di sisi lain, Nurwahjuni memaparkan materi BLBI dalam Perspektif Undang-Undang Bank Indonesia. Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini menjelaskan bahwa Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen dalam melakukan tugas dan kewenangannya atau bebas dari campur tangan pemerintah.
Pakar hukum perbankan yang akrab disapa Ninis ini menambahkan, dana bantuan berbeda dengan pinjaman atau kredit sehingga tidak sama dalam penyelesaiannya.
“Dana bantuan bukan suatu kredit. Jika kredit wajib dilunasi, bantuan tidak wajib dibayar kembali,” tegas pakar hukum perbankan ini.
Dalam beberapa kasus, Satgas BLBI disebut Nurwahjuni terkesan tidak berhati-hati karena ada beberapa aset perusahaan yang masih diatasnamakan pribadi.
“Satgas BLBI harus bisa berpikir secara hukum. Jangan sampai digugat balik oleh pihak yang merasa dirugikan. Salah satu yang siap menggugat Satgas BLBI adalah Tommy Soeharto,” jelas Nurwahjuni.
Sementara Siti Marwiyah menyoroti bahwa apa yang dilakukan oleh Satgas BLBI saat ini adalah mengamankan terlebih dulu aset atau uang negara sebelum pelaku melarikan diri.
Menurutnya, Satgas BLBI ini merupakan kegemasan Presiden Joko Widodo terhadap lemahnya sistem untuk mengambil kembali aset negara yang _nyanthol_ di pihak lain.
Hanya saja Siti kurang setuju dengan cara Satgas BLBI dalam mengeksekusi aset milik obligor. “Seharusnya ada proses hukum sebelum mengeksekusi. Misalnya lelang, ada cara dan tata cara pelelangan. Tidak serta merta langsung disita,” papar Iyat, sapaan akrabnya.
Terbaru, Satgas BLBI yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof. Dr. Mahfud MD bersama Kepala Bareskrim Mabes Polri Komjen Pol. Agus Andrianto dan Kepala Satgas BLBI Rionald Silaban dengan upara seremonial yang “kolosal” melakukan penyitaan terhadap aset milik PT Bogor Raya Development (BRD) serta PT Bogor Raya Estate (BRE) yang “diduga” terkait dengan Setiawan Harjono dan Hendarwan Harjono (Bank Aspac).
Menanggapi hal tersebut, Lutfil menyebut penyitaan aset Bank Aspac tersebut salah alamat dan merugikan pemilik aset karena diketahui aset PT BRD dan PT BRE sudah beralih tangan kepemilikan.
Dari penyitaan aset PT. BRD dan PT. BRE ini, Satgas BLBI telah mengumpulkan aset eks BLBI mencapai Rp22 triliun dari target Rp110 triliun. (*)