Jakarta – Terkait persoalan hukum yang menimpa CL terdakwa/terpidana kasus alat kesehatan yang diduga tidak memenuhi standard, dengan tuntutan hukuman maksimal 10 Tahun kini dapat bernafas lega. Pasalnya, Pledoi yang diajukan oleh Kuasa Hukum terdakwa mendapat putusan seringan-ringannya dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat. Kepastian itu disampaikan langsung oleh Kuasa Hukum terdakwa, Jessie Hezron. S H.,MH., saat ditemui di Kantor Hukum Dhipa Adista Justicia, di Kawasan Jakarta Barat, Pada Sabtu (18/6).
“lega serta mengucap syukur terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam perkara pidana nomor:Nomor1019/Pid.Sus/2021/PN Jkt.Brt. yang memberikan putusan berkeadilan untuk klien kami saudara Charlen atas permasalahan hukum yang dialaminya,” ungkap Jessie Hezron. S H.,MH.
Advokat yang berada dalam naungan Kantor Hukum yang dididirikan oleh LAKSAMANA
TNI (P) TEDJO EDHI PURDIJATNO.SH, (Dhipa Adista Justicia-JAD) itu juga menjelaskan, sejak pertengangahan tahun 2021, kliennya harus mempertanggungjawabkan apa yang menjadi tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat terhadap dirinya yang diduga telah dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana dalam tuntutan Primair tentang kesehatan.
“Meskipun dinyatakan bersalah oleh hakim, tapi syukurnya dari berbagai pertimbangan hukum dari hakim, fakta persidangan dan hingga para Ahli yang dihadirkan selama proses persidangan memberikan keadilan hukum yang disyukuri juga oleh klien kami, karena hakim memutuskan hukuman 8 Bulan penjara dengan dipotong masa tahanan yang selama masa penahanan telah selama 8 Bulan juga telah dijalani oleh klien kami. Iya otomatis klien kami bebas,” ujar Jessie Hezron. S H.,MH.
Adapun dijelaskan oleh Jessie Hezron. S H.,MH., Bahwa sebagaimana pokok dari permasalahan hukum yang diduga dilakukan oleh kliennya dengan tuntutan hukuman maksimal 10 Tahun denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sebagaimana ketentuan Pasal 196 Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Pada proses persidangan sebagaimana Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981) tersebut, demi menguji kebenaran yang sebenarnya sebagaimana tujuan dari pada Hukum Acara Pidana yakni Tujuan untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materil, maka dalam menguji kebenaran sebagaimana tuntutan JPU yang dibacakan di muka persidangan dalam perkara a quo, JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Barat juga telah menghadirkan bukti-bukti berupa bukti surat dan juga saksi-saksi fakta, serta Ahli dalam menguji setiap unsur-unsur dalam Pasal tersebut.
Menjadi menarik, lanjut Jessie, dalam perkara a quo dan tengah dihadapi oleh klien kami, JPU diketahui kemudian menghadirkan Saksi Ahli dari Puslabfor POLRI selaku Kasubdit Kimia dengan latar belakang pendidikan Ahli, Sarjana Farmasi dan dilanjutkan dengan Apoteker pemeriksa teknis kriminalistik TKP dan Laboratorium Kriminalistik Barang Bukti Bahan Kimia yang belum diketahui dalammakanan, kosmetika dan bahan kimia produk industri laiinya.
Bahwa dalam keterangan Ahli DIAN INDRIANI, S.Si., Apt., di bawah sumpah pada salah satu point pentingnya yang kemudian dapat menjadi pertimbangan Hukum oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo, adalah terutama pada keterangannya bahwasannya ahli dalam melakukan pemeriksaan kandungan isi zat obat yang terdapat dalam barang bukti yang
telah diajukan dalam persidangan, menerangkan lebih lanjut terhadap “Avigan Favipivavir” mempunyai kandungan obat yang berisi Favipiravir yang merupakan anti virus dan bermanfaat untuk mengatasi influenza.
Terdapat hal menarik saat proses persidangan, dimana klien kami yang dituntut pada persidangan dalam perkara Pidana atas perbuatannya menjual obat “Actemra” sebagai obat yang dapat membantu menyembuhkan Covid-19, pada mulanya hanya berniat untuk membantu salah satu teman/kerabat Terdakwa yang dinyatakan poistif Covid-19.
“Atas dasar niat baik dari pada CL tersebut, Kuasa Hukum Dhipa Adista Justicia yang dengan sunguh-sunguh dalam Nota Pembelaan tersebut dengan dasar dan tujuan semata-mata untuk menegakan keadilan sebagaimana adagium hukum,” papar Jessie Hezron. S H.,MH.
Ditegaskan olehnya, dalam melakukan pembelaan pada persidangn terhadap klien kami, dengan tujuan sebagai penyeimbang dari sisi kami Penasehat Hukum, atas Tuntutan/ Requisitoir JPU tentunya, Pledoi ini bukanlah sesuatu yang hendak membela kesalahan Terdakwa.
“Pledoi ini adalah salah satu alat peradilan untuk membantu Majelis Hakim untuk sampai pada suatu keyakinan, dan dengan keyakinan ini kesalahan atas suatu perbuatan dapat ditentukan secara benar, adil dan baik bagi seluruh pihak,” tukasnya.