Bekasi (JBN) – Terkait dengan Tahapan Pemilu 2024 sedang mulai berlangsung. Bawaslu Kabupaten Bekasi harus mulai investigasi, identifikasi dan inventarisir Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD di Kabupaten Bekasi untuk memastikan tidak menjadi Pengurus Parpol.
Hal ini sangat diharapkan oleh ketum Sniper Gunawan Bani Kundang di kediamannya, Kamis (8/9/2022).
Ketua Umum Sniper Indonesia mengatakan bahwa, hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi konflik interest antara Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD dengan masyarakat. Sebab dikhawatirkan akan terganggunya pelayanan kepada masyarakat jika Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD terlibat dalam politik praktis di PEMILU dan PILKADA.
Karena sudah jelas di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa telah mengatur jelas bahwa kades dilarang berpolitik.
Dan dalam Pasal 29 huruf g juga berbunyi, Kades dilarang menjadi pengurus partai politik.
Pasal lain yaitu Pasal 29 huruf j berbunyi, “Kades dilarang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.”terangnya.
Gunawan juga mengatakan tidak hanya kades, aturan ini juga berlaku bagi perangkat desa. Pasal 51 huruf g yang berbunyi, “Perangkat desa dilarang menjadi pengurus partai politik.”
Pasal 51 huruf j: Perangkat desa dilarang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Pasal 64 huruf h: Anggota Badan Permusyawaratan Desa dilarang menjadi pengurus partai politik.
Selanjutnya pada bagian umum poin 5 tentang Kelembagaan Desa. Pada huruf d: Prinsip pengaturan tentang Kepala Desa/Desa Adat: pencalonan Kepala Desa dalam pemilihan langsung tidak menggunakan basis partai politik sehingga Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik.
“Dengan demikian, sudah seharusnya kades, perangkat desa, serta anggota badan permusyawaratan desa tak terlibat dalam kegiatan politik baik sebagai kader maupun aktivitas kampanye seperti menyuarakan dukungan calon presiden/wapres, gubernur/wagup, bupati/walikota/wabup/wakot, dpr/dprd. Mereka tak boleh berpolitik praktis”, jelasnya.
Kemudian Pelanggaran terhadap larangan keterlibatan aparatur pemerintahan desa dalam politik praktis, dapat mengakibatkan yang bersangkutan diberikan sanksi, mulai dari sanksi administrative, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap sampai dengan sanksi pidana berupa kurungan dan denda.
Berikut sanksi-sanksi yang bisa diberikan kepada Kepala Desa , perangkat desa dan BPD yang terlibat dalam politik praktis :
1. UU Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 30 ayat (1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administrative berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian. Pasal 52 ayat (1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
2. UU Nomor 6 Tahun 2016 Pasal 188 Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
3. UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 490 Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 494 Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Berdasarkan penjelasan diatas, sudah sangat jelas bahwa Kepala Desa, perangkat desa dan BPD diharapkan dapat bersikap netral dan tidak memihak dalam setiap gelaran pemilu maupaun pemilukada. Sikap netral tersebut bertujuan untuk menjaga profesionalitas aparatur pemerintahan desa dalam memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh masyarakat tanpa melihat latar belakang pilihan politik mereka.
Namun demikian Kepala Desa, perangkat desa dan BPD tetap memiliki hak pilih dalam pemilu ataupun pemilukada, yang mana hal tersebut telah dijamin oleh Undang-Undang. (Surya)