Gambar illustrasi atas tragedi sepakbola di Kanjuruhan Kabupaten Malang. (Foto/Istimewa)
Jakarta (JBN) – Pemerintah Pusat dan Daerah harus bertanggungjawab terhadap Anak-Anak yang mendadak menjadi Yatim dan Yatim Piatu akibat Tragedi Kanjuruan. Hal itu disampaikan langsung oleh Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyari menanggapi peristiwa di Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang.
“Kami mendorong Negara, Pemerintah Pusat dan Daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan. Tak sekedar santunan, namun rehabilitasi psikis bagi para korban, terutama anak-anak yang saat ini masih dirawat di rumah sakit, begitupun bagi anak-anak yang orangtuanya meninggal saat tragedy ini butuh dukungan negara, karena mereka mendadak jadi yatim atau bahkan yatim piatu, tulang punggung keluarganya ikut menjadi korban tewas dalam peristiwa ini,” ungkap Retno di Jakarta, Senin (03/10).
Retno mengapresiasi langkah awal oleh panitia yang sudah mengkhawatirkan pertandingan dan meminta kepada Liga (LIB) agar pertandingan dapat diselenggarakan sore hari untuk meminimalisir resiko. Tetapi sayangnya pihak Liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari.
“Memang membawa anak-anak dalam kerumunan massa sangat berisiko, apalagi di malam hari, karena ada kerentanan bagi anak-anak saat berada dalam kerumunan, karena kita tak bisa memprediksi apa yang akan terjadi dalam kerumunan tersebut. Namun, masyarakat mungkin membutuhkan hiburan setelah pandemic sudah berlangsung 2 tahun”, urai Retno.
KPAI juga meminta kepada Kapolri untuk dapat menyelidiki terkait penggunaan gas air mata di area stadion oleh para petugas kepolisian yang mengamankan jalannya pertandingan di Kanjuruhan.
Retno mengulas mengenai kejadian serupa yang pernah terjadi di Kota Lima, Peru pada Tahun 1964 yang mengakibatkan 328 Nyawa melayang dengan dugaan penggunaan gas air mata oleh aparat.
“Gas air mata memang sangat berbahaya, terlebih bagi anak. Karena Efek yang dirasakan dari gas air mata memang sangat fatal untuk anak. Itulah mengapa penggunaan gas Air mata tersebut dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion”, ujar Retno.
Selain mendesak Pemerintah untuk membentuk tim independen untuk menyelidiki tragedi Kanjuruhan, KPAI mendorong pemerintah untuk menetapkan Hari Berkabung Nasional Atas Tragedi Tewasnya ratusan Supporter di Kanjuruhan.
“KPAI mendorong Pemerintah dapat menetapkan Hari Berkabung Nasional Atas Tragedi Tewasnya ratusan Supporter di Kanjuruhan, yang termasuk menimbulkan korban usia anak. KPAI juga meminta Pemerintah mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk dapat mengheningkan cipta serentak selama 3 menit, sebagai bentuk empaty atas tragedi terbesar dalam dunia sepakbola tersebut,” harapnya. (Rendy)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here