Jakarta (JBN) – Berkaitan dengan pelaksanaan pengukuran kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan di beberapa kecamatan di wilayah amanuban, kabupaten timor Tengah selatan,yaitu kecamatan kie, amanuban timur, fatumolo dan fatukopa berdasarkan surat dari balai penetapan kawasan hutan tata lingkung ( BPKH- TL) wilayah kupang nomor S.348.BPKHTL/PPKH/PLA.2/2023, tanggal 15 Agustus 2023, terkait batas – batas kawasan hutan laob tunbes, tindakan pengukuran batas pengukuran hutan ini mengakibatkan masyarakat yang tinggal di desa – desa di wilayah amanuban merasa khawatir dan berupaya mencari perlindungan ke berbagai pihak.
Ada banyak masyarakat yang resah dan menolak tindakan pengukuran ini karena tim BPKH- TLTL melakukan pengukuran dan mengklaim pemukiman masyarakat situas sejarah tunbes dan kebun – kebun penduduk di desa – desa tersebut masuk dalam kawasan hutan, yang mana tanah tersebut telah diduduki penduduk secara turun temurun puluhan bahkan ratusan tahun jauh sebelum bangsa Eropa di pulau Timor, tercatat ada 42 desa diseluruh amanuban yang terkena dampak pengukuran ini, bahkan ada beberapa dasa yang diduga 75â„… sampai100â„…, wilayah masuk kawasan hutan dan dengan demikian masyarakat tidak memiliki hak atas tanah tersebut, sifatnya adalah hak guna pakai selama 35 tahun.
Kondisi ini kemudian mendapat respon dari salah satu tokoh muda timor di jakarta Omega D R Tahun” Yang berpendapat bahwa” Negara harus menjamin hak – hak warganya, sebagai orang TTS kami mengingatkan pemerintah agar menghormati dan melindungi hak – hak masyarakat adat atas kepemilikan tanah tanah, termasuk masyarakat ada amanuban,di kabupaten TTS masih terdapat banyak masyarakat pemilik tanah yang kemungkinan belum bersertifikat atau bukti kepemilikan lainya, karena tanah yang ada adalah ulayat atau tanah warisan yang sudah ada turun menurun,” ucapnya.
Pada saat di wawancarai, Omega Tahun mengingatkan pemerintah untuk mengedepankan dialog dangan masyarakat dan tokoh – tokoh Adat, khususnya tokoh masyarakat amanuban agar penetapan kawasan hutan ini tidak menimbulkan keresahan dan ketakutan di masyarakat ” saya yakin masyarakat akan mendukung segala bentuk program pemerintah bila ada dialog antara pemerintah dengan masyarakat dan para pemangku kepentingan di daerah ini, kita mesti hindari konflik atau persoalan tanah dan kita tidak mau kasus penetapan batas kawasan hutan laob menimbulkan masalah seperti kasus besipae,” tungkas Omega.
” Saya hanya khawatir tindakan pengukuran dan klaim sepihak yang di lakukan oleh BPKH- TL tanpa adanya dialog dengan masyarakat, dapat menimbulkan konflik agraria yang berkepanjangan di kabupaten TTS,kasihan masyarakat-masyarakat nya, kondisi masyarakat yang miskin, di tambah kasus stunting yang tinggi, gizi buruk, dan Indeks pertumbuhan manusia yang rendah ditambah pula konflik agraria berkepanjangan, hanya akan semakin menyengsarakan masyarakat di wilayah ini, oleh karena itu pada kesempatan ini saya menghimbau dan mengajak seluruh pihak untuk bersinergi membangun TTS tanpa menimbulkan keresahan, ketakutan, ketidak adilan dan konflik di masyarakat,” Tegas Omega.(Red)