Jakarta (JBN) – Seminar Political and Public Policy Studies (P3S) dengan tema ‘Rizal Ramli Capres Potensial Pilihan Rakya’ melalui daring dilaksanakan pada Selasa (28/6/2020). Dalam seminar itu, Direktur P3S Jerry Massie, PhD mengatakan tokoh non partai politik juga bisa bersaing dan dicalonkan oleh partai politik.
“Saya yakin calon potensial yang mempunyai kualitas dan kapabilitas seperti Ilham Akbar Habibie, Jumhur, Jimly Asshiddiqie, Susi Pujiastuti, Ignasius Jonan dan tokoh-tokoh non partai politik bisa bersaing dengan tokoh-tokoh parpol untuk dicalonkan oleh partai politik,”tegas pakar politik ini.
Menurutnya, peluang Rizal di PDIP terbuka karena Megawati pernah diajarin ekonomi oleh Rizal Ramli saat Taufik Kiemas masih hidup
“Dia yang memintakan agar istrinya diberikan pemahaman soal ekonomi,” tukas Jerry.
Rizal, menurut Jerry, juga bisa saja dilirik Nasdem lantaran hubungan Surya Paloh sangat kental dan akrab dengan Rizal.
“Saat stasiun TV Metro milik Surya Paloh berdiri maka Rizal punya jasa besar dalam pendiriannya,”ungkap Jerry.
Jerry menambahkan, untuk Gerindra, juga ada peluang lantaran Menteri Rizal Ramli adalah favorit Prabowo.
“Lihat saja namamya ada di daftar Menteri Prabowo saat dia maju sebagai capres 2019 lalu,”terang Jerry.
Soal PKB, Rizal juga punya kedekatan dengan tokoh-tokoh NU apalagi dia ketua Dewan Pakar NU 1928. “Tapi di PKB barangkali sulit lahtara Cak Imin berambisi nyapres,”kata Jerry.
Ia menambahkan, Indonesia butuh ekonom dan berjiwa aktivis seperti Rizal Ramli. Kalau mendiang Presiden Soekarno itu teknokrat-aktivis sedangkan Rizal Ramli, aktivis-ekonom.
“RIzal juga titisan ekonom ternama wakil presiden pertama Mohammad Hatta sama-sama dari Minang Sumbar,” ungkapnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion) IPO, Dedi Kurnia Syah mengatakan, bagaimana pandangan Rizal Ramli pemikirannya perlu dieksekusi sehingga harus masuk di eksekutif. Belajar dari Pilpres tahun 2014, pada saat itu Prabowo mempunyai popularitas dan elektabilitas yang tinggi sebagai pemimpin Partai Gerindra.
Namun saat itu Wali Kota Solo yang kariernya terus menanjak sampai menjadi Gubernur DKI Jakarta dengan pencitraan sebagai capres, yang muncul bukan dari ketua partai politik pada saat itu, mampu untuk membuat partai politik meliriknya sebagai calon presiden karena pencitraannya. Akhirnya, Jokowi mampu menjadi Presiden RI periode 2014-2019.
“Rizal Ramli sekarang harus bersaing dengan tokoh potensial yang didominasi kelompok tengah dengan keluwesannya untuk bermanuver harus mempunyai kapasitas yang dapat mendukung untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitasnya,” ungkapnya.
“Hal itu juga berlaku bagi capres lainnya seperti Ganjar Pranowo, Sandiaga Uno, Puan Maharani, Muhaimin Iskandar dan capres potensial lainnya,”jelas Dedy Kurnia Shah.
Reza Hariyadi mengatakan, kekuatan oligarkhi yang sangat kuat mempunyai peluang yang cukup besar dalam kandidasi dalam mencalonkan kandidat potensial baik di pilkada, pilgup, maupun di pilpres 2024.
Mengacu pada tahun 2014 sosok Joko Widodo dengan popularitas dan elektabilitasnya mampu untuk dicalonkan oleh Partai politik. Namun juga Jokowi mempunyai dukungan sumber daya yang sangat kuat mampu membuat partai politik membuka diri untuk mencalonkan sebagai capres saat itu.
“Mengacu pada Pilpres 2014 kandidat yang mempunyai modal electoral kuat dan jaringan kuat akan dilirik oleh partai politik untuk bernegoisasi di capreskan walaupun bukan berasal dari elit partai politik,”jelas Reza.
“Tantangan Rizal Ramli apakah dalam waktu yang ada mampu untuk meningkatkan elektoralnya, dengan meningkatkan elektabilitasnya dengan kemampuannya,” jelas Reza.
Reza membagi kandidat yang akan bertarung dalam pilpres 2024 menjadi empat kelompok sebagai berikut.
a. Figur dengan electoral kuat dan mempunyai akses kuat dalam pengambilan keputusan di partai politik yaitu pada sosok Prabowo Subianto.
b. Figur dengan electoral kuat dan namun tidak mempunyai akses kuat dalam pengambilan keputusan di partai politik yaitu pada Ganjar Pranowo, Anis Basweldan.
c. Figur dengan electoral rendah dan mempunyai akses kuat dalam pengambilan keputusan di partai politik yaitu pada sosok ketua partai seperti Puan Maharani, Muhaimin, Airlangga, dsb
d. Figur electoral rendah dan juga lemah dalam askes partai politik seperti Rizal Ramli, Erik Thohir, Khofifah, La Nyala dan sebagainya.
Sementara itu, Ray Rangkuti, aktivis 1998 dari Lingkar Madani untuk Indonesia mengatakan, sosok Rizal Ramli dari non partai yang masih genuine atau asli. Rizal Ramli dari dulu ya gayanya seperti itu tidak berubah sama sekali. Hidupnya tidak dibuat-buat penuh pencitraan.
“Rizal Ramli sosok figur pertama kali nyapres 2009 lalu dengan melaksanakan debat untuk mengukur kualitas dan kapabilitasnya. Kita lihat sosok capres sekarang ini penuh dengan pencitraan disebabkan sistem politik elektoral yang dipentingkan popularitas dan elektabilitasnya,” katanya.
“Selain sosok yang genuine masih ada Ilham Akbar Habibie, Jumhur, Jimly Asshiddiqie, Susi Pujiastuti, Jonan yang mempunyai kualitas namun harus berjuang agar dilirik oleh partai politik yang mempunyai wewenang untuk mencalonkan di Pilpres 2024,” jelas Ray Rangkuti.
“Apalagi presidential threshold sebagai ambang batas capres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Hal ini sangat menyulitkan bagi kandidat untuk menjadi capres 2024,” jelas Ray.
“Rizal Ramli sosok aktivis dengan konsistensi idealismenya akan mampu untuk itu. Walaupun nantinya tidak bisa maju setidaknya sebagai salah satu pendidikan politik agar ke depan semua warga negara yang mempunyai kualitas dan kapabilitasnya dapat bersaing untuk menjadi presiden maupun wakil presiden. Selain itu sosok Rizal Ramli juga tidak disukai oleh oligarki. Mampukan Rizal Ramli kita tunggu kejutannya,” tambahnya. (Red)