Parungpanjang (JBN) – Adanya lokasi tempat pembuangan akhir sampah (TPAs) yang diduga illegal di Desa Gorowong, Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor patut mendapat perhatian. Pasalnya, prihal tidak terkelola dengan ketentuan seharusnya, tumpukan sampah yang didominasi residu sampah rumah tangga, selain berpotensi mencemari lingkungan, TPAs tersebut dikhawatirkan dapat memicu gumpalan gas methan yang membahayakan lingkungan sekitar karena menjadikan lokasi sebagai stasiun akhir pemrosesan sampah.
Melalui penelusuran tim media, TPAs illegal tersebut diketahui dijadikan alternatif solusi dari oknum warga yang mengeluhkan besaran tarif retribusi sampah yang dipatok oleh UPT PS Wilayah VII Jasinga, sebagai perpanjangan tangan dari SKPD (DLH) Kabupaten Bogor. Hal itu dibenarkan melalui pengakuan dari salah seorang warga (M), mengaku sebagai koordinator pengelolaan TPAs di Desa Gorowong, yang menyebut, tingginya tarif retribusi dari UPT PS Wilayah VII (Jasinga) terlalu tinggi.
“Saya warga Pak, saya koordinatornya, karena tarif yang dikenakan UPT terlalu tinggi, kami berinisiatif mencari mobil sendiri, cari tanah sendiri. Karena persyaratannya minimal 200 meter dari permukiman warga itu, itu dua Kilometer,” ungkap Mario melalui sambungan telepon kepada awak media dari MMC Jabar, Rabu (7/12/2022).
Dia mengatakan, besaran tarif yang dikenakan oleh UPT PS Wilayah VII (Jonggol) mencapai Rp. 35 Ribu per bulannya. “Iya, 35 itu, 35 cuman sekali apa berapa kali seminggu itu UPT,” sebut dia.
Sebagai koordinator TPAs illegal itu, M juga membandingkan tarif yang dikenakan UPT dengan tarif swakelola pihaknya jauh berbeda. “Ini kami 3 kali seminggu cuman kumpulin 20 ribu walaupun memang agak tekor ya, gara-gara BBM, tapi masih bisa kami. Dan itu aman kok, itu setelah disortir dibuang ke tempat bekas galian bata,” kata dia.
Dalam konfirmasinya, M mengatakan bahwa sebelum adanya inisiatif menjadikan TPAs tersebut sebagai stasiun akhir pembuangan residu sampah, dia dan oknum pembuang yang lain sempet berlangganan dengan UPT. “Iya, dulu kami sempat pake UPT, tapi kebesaran, kan memberatkan warga,” katanya.
“Dan saya belum pernah, belum sempat ke Jasinga mengkonfirmasi itu, sebenarnya udah mau komplain karena itu terlalu tinggi kan, terlalu tinggi. Mereka punya dana operasional, mobil punya negara kenapa bisa setinggi itu, kenapa tidak ada toleransi sedikitpun,” sambungnya.
Terpisah, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah Dinas DLH Kabupaten Bogor, Ismambar Fadli angkat bicara terkait dugaan TPAs ilegal di Desa Gorowong.
“Ya, kita harus cek lokasi dulu, karena saya sudah perintahkan UPT untuk mengecek, kalau memang benar itu TPS-nya di kelola oleh orang lain kita cari solusi,” jelas Fadli dihari yang sama.
Saat disingung mengenai tarif retribusi, Fadli meminta keberatan tersebut disampaikan padanya. “Nah, kalau memang ada tanggapan keberatan tolong disampaikan keberatannya ke kita, berapa waktu itu tarifnya,” ucap dia.
“Ya, 35 ribu itu per KK, apa per apa. Ya, engga apa-apa kalau memang itu diduga bahwa alasan mereka untuk membuat (TPS-red) karena terlalu mahal, oke kita lihat,” ucapnya.
Lebih lanjut, artinya kalau memang tarif itu nanti dianggap mahal dan sudah kita lihat betul-betul mahal, kedepan saya perintahkan untuk diangkut sesuai dengan tarif. Sementara terkait pengelolaan sampah, kata dia, boleh saja oleh swasta tetapi harus ada izin.
“Jadi begini, pengelolaan sampah itu oleh swasta boleh saja, akan tetapi harus ada izin. Harus ada mengajukan dulu, ada tahapannya. Didalam Undang-Undang Tentang Persampahan Nomor 18 Tahun 2008, swasta boleh tapi harus ada izin. Artinya ketika menggunakan sesuai aturan boleh-boleh saja,” sebutnya.
Untuk tindaklanjut Fadli akan melaporkannya ke Bidang Gakkum.
“Nanti laporan itu kalau sudah masuk, nanti ada namanya Bidang Gakkum ya, yang dipimpin Pak Dyan Heru nanti kami sampaikan di sana ada yang dianggap ilegal. Nah, itu akan ditutup sesuai mekanisme. Apakah masih bisa diberikan arahan atau memang tidak bisa, itu tergantung peninjauan di lokasi,” tegas Fadli.
Ditempat lain, Plt Kabid Gakkum Lingkungan dan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Dyan Heru Sucahyo ketika dikonfirmasi belum tau ada tempat pembuangan sampah ilegal.
“Saya belum tahu ada TPA ilegal itu, coba nanti saya konfirmasi ke Bidang Persampahan, sekarang sampai besok saya ada giat sosialisasi,” singkatnya dikonfirmasi wartawan melalui pesan elektronik.
Sebagai informasi, berdasarkan Pasal 98 dan/atau Pasal 99 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, penanggung jawab dan/atau pelaku pengelolaan sampah secara tidak sah diancam dengan hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 15 miliar. (Tim)